Refleksi Diri Yang Agak Telat
Meski sepertinya sudah kuno dan
ketinggalan zaman, diumur 28 tahun ini harus diakui bahwa menulis blog adalah
sebuah stress relief bagiku. Sama seperti menulis diary tapi ya nggak setiap hari. Dan
setiap nulis post pasti selalu muncul
niat baik untuk rutin nge-post
walaupun lebih sering lupa dan mager.
So ! Beberapa hari lalu abis baca blognya
Gita Savitri. Sebenarnya nggak pula nge-fans sama Mbak ini, tapi mengingat dia
adalah segelintir influencer yang masih rajin ngeblog dan beberapa pikirannya
sesuai dengan pikiranku, so yeah .. I kinda like her.
Ya begitulah pokoknya.
Postingan Gita Savitri itu adalah tentang
“5 pertanyaan esensial untuk refleksi diri”. Tipikal postingan awal atau akhir
tahun. Tapi kayaknya asik juga untuk kubuat versiku walaupun sebenarnya agak
telat, tapi ya masih bisalah untuk kita post sebagai postingan awal tahun.
1.
What were three to four
highs and three to four lows ?
2019
diawali tanpa ada ekspektasi apapun. Maksudnya, yaudah, mengalir gitu aja.
Sampai ke hal yang paling sering ditanyakan orang-orang yaitu “menikah”.
Pasrah
aja. Karena capek juga berharap-harap terus karena ujung-ujungnya mesti kecewa.
Dan juga males banget basa-basi sok asik dengan orang baru yang sebenarnya
nggak klik. Nggak mau memaksakan diri pokoknya di tahun 2019 dan percaya aja
semua akan ada waktunya.
Karena
diawal udah nggak mau “ngoyo”, jadinya berdampak pada diri sendiri yang nggak
berani nge-set hal-hal besar yang harusnya dimulai. Mengalir apa adanya dan
terkesan “main aman”.
Ya,
main aman adalah jalan ninjaku menjalani hidup di tahun 2019. Yang akhirnya
merasa bahwa tahun kemarin tuh nggak ada kekecewaan yang terlalu bikin down sih. Mungkin yang paling diingat
adalah ketika bisa pindah ke bidang pekerjaan tapi nggak jadi. Kecewa sebentar
karena kayaknya seru balik lagi ke “marwah” background pendidikan, tapi kan
ternyata nggak bisa. Ya sudah, kecewa sebentar kemudian dengan cepat bisa
menerima dan legowo.
Ntahlah,
mungkin karena ya itu tadi, aku men-set diri untuk tidak terlalu ambisius,
idealis, “ngoyo” di tahun 2019 itu. Kenyataan yang tak sesuai harapan, oh yaudah
tinggal ubah sedikit sudut pandang agar tak fokus kecewa lama-lama
Ke-selow-an
itu berlanjut hingga tengah tahun. Nggak ada hal-hal besar yang terjadi di hidup
sendiri. Kebahagiaan-kebahagiaan besar justru datang dari orang-orang terdekat.
Kipink lulus S2, Ebot mulai tugas CPNS di Bukittinggi, Obel lahiran, Kiki
menikah, Dio lamaran dan Gifari yang lulus S1 langsung keterima kerja. Happy mengikuti semua kebahagiaan itu.
Kita nikmatin aja itu semua.
Lalu,
hal terbaik itu datang di tengah bulan Juli. Awalnya dikenalin biasa, tanpa
ekspektasi apa-apa, karena diri sendiri agak pesimis bisa akrab dengan orang
asing seperti yang sudah-sudah. Dan ternyata nggak begitu. Awalnya memang nggak
terlalu mulus bagiku, tapi dia dengan dengan caranya sendiri bisa membuat
Lupita ini lama-lama nyaman dan mulai yakin. Ditambah dengan segala
kebetulan-kebetulan yang telah diatur Yang Diatas membuat kita semakin yakin
untuk melangkah kedepan. Lalu kemudian, semuanya menjadi mudah hingga Desember
kemarin kita lamaran. Dan 2019 nggak
jadi berakhir dengan biasa-biasa saja.
2.
What enable or motivated
you to reach those highs and how did you successfully move through the lows ?
Nggak
berekspektasi terlalu tinggi bahkan untuk diri sendiri. Karena harus diakui
bahwa diri ini suka naroh harapan lebih ke orang-orang sekitar dan efeknya suka
kecewa kalau nggak sesuai. Nah, kalau sudah seperti itu suka susah pulih dan
bangkitnya.
Dan
aku memang orangnya menghindari sekali dengan yag namanya “kecewa”. Kecewa itu
kayak jadi momok dalam menjalani hidup. Entah itu tentang mengecewakan orang
lain atau kecewa dengan diri sendiri. Dan kayaknya untuk menghindari kekecewaan
itu memang harus mengurangi ekspektasi terhadap apapun biar hidup ini bisa
lebih ringan.
Dan, "Main Aman" juga menjadi jurus bagiku untuk menghindari hal-hal tidak mengenakan. Mungkin jadi seakan-akan acuh dan tak peduli, tapi ya justru ternyata itu yang diperlukan karena membuatku menyaring dan memilah mana yang harus kupedulikan dan mana yang sejatinya hanya akan menghabiskan waktu percuma saja.
Dan, "Main Aman" juga menjadi jurus bagiku untuk menghindari hal-hal tidak mengenakan. Mungkin jadi seakan-akan acuh dan tak peduli, tapi ya justru ternyata itu yang diperlukan karena membuatku menyaring dan memilah mana yang harus kupedulikan dan mana yang sejatinya hanya akan menghabiskan waktu percuma saja.
3.
What worked and didn’t
work ? What do you need to do more and less of ?
Tadi
diatas udah ngomongin nggak mau berekspektasi tinggi terhadap apapun, tapi
tetap harus BERANI.
Yap
! Yang kubutuhkan dalam hidup mulai saat ini adalah sikap pemberani terhadap
hal apapun itu. 28 Tahun tumbuh besar dengan percaya diri yang rendah, nggak
berani ambil resiko bahkan untuk kesenangan diri sendiri, dan takut dengan
hal-hal jelek yang akan terjadi padahal belum tentu kejadian. Sudah sudahlah
ini semua. Pokoknya 2020 harus lebih berani.
Beberapa
hal yang gagal di 2019 kayak belajar berbisnis kecil-kecilan serta menekuni
minat baru harus berani untuk ditekuni kembali. Berani untuk ambil resiko,
berani untuk melangkah.
4. What stressed you out the most and how could you navigate it
better ?
QUARTER LIFE CRISIS YANG SERING KUMAT !
Mengkhawatirkan
segala hal yang belum tentu kejadian. Sukseskah aku besok ? Bahagiaa nggak ya ?
dan banyak lagi pertanyaan setipe lainnya.
Kalau
lagi kumat, ujung-ujungnya suka down, nyalah-nyalahin keadaan, nggak bersyukur,
bawaannya males dan nggak semangat. Di umur-umur segini di era media sosial
kayak gini emang rentan mengalami krisis seperti ini, akibat ketidak sesuaian
antara harapan kita dengan kenyataan yang dihadapi.
Lalu,
yang kuhadapi seperti apa ? Yah simplenya dipikiranku kelak aku akan begini
begitu, mencapai A, B, C. Tapi dihidupku yang sebenarnya, di rutinitas
hari-hariku malah membawaku menjauhi semua cita-citaku itu. Dan aku belum
menemukan jalan untuk mencoba mewujudkan cita-citaku itu karena terhalang
dengan kepentingan-kepentingan lain dihidupku.
Nah
gap itu tuh yang kadang bikin krisis diri. Sebenarnya kalau lagi bisa berpikir
jernih, kita bisa menerima itu semua dan menjalani hidup dengan ikhlas dan happy-happy aja. Tapi ada kalanya putus
asa, kehilangan semangat karena merasa “ini bukan jalanku”. Apalagi waktu itu
nggak punya teman cerita yang kayak rexona “setia setiap saat”. Karena di umur
segini teman-teman terdekatku pun sibuk dengan urusannya masing-masing, jadi ya
nggak enak aja berbagi keluh kesah recehku ini.
So, how I could navigate it better ?
Memahami
bahwa semua orang (pas ngetik part ini aku auto ngehela nafas wkwkwk) punya
masalah sendiri-sendiri. Dan hidupku ini jauuuhh lebih baik dari pikiran
negatifku. Ada satu paragraph asik yang kukutip dari Kumparan dalam artikelnya
tentang Quarter Life Crisis,
“…..satu hal yang perlu kita sadari
adalah, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Melakukan kesalahan itu wajar,
jadi jangan terlalu berusaha mengontrol
semua hal dalam hidup kita. Sesekali, biarkan semua berjalan apa adanya tanpa
perlu dipercepat / diperlambat. Karena pada dasarnya tidak ada yang instan,
semua butuh proses.…”
5.
What were you most
grateful for in 2019 and how can you take that into 2020 ?
Hal
yang paling disyukuri di 2019 adalah dikelilingi orang-orang baik yang membuat
hidupku bertemu hal-hal baik pula. Dan salah satu hal terbaik yag terjadi
adalah bertemu laki-laki, yang (hingga saat ini dan semoga sampai kapanpun) masih
sabar menghadapi aku yang calm outside,
complicated inside. Alias aku aslinya tuh ribet, bingungan, moody dan tak setenang yang kelihatan di
luar. Dan dia tipe-tipe yang mikirnya selalu praktis tak pakai ribet.
Pokoknya
bersyukur sekali bisa bertemu orang yang bisa menyakini kita yang punya trust
issue ini untuk yakin bahwa semua bakal baik-baik saja. Semoga tahun-tahun
kedepannya akan terus semakin menyenangkan.
Comments
Post a Comment