Tentang Kota Layak Anak (KLA)
Beberapa waktu yang lalu, ada Rakor Kota Layak Anak Kota Jambi. Rapat Koordinasi itu mengundang berbagai stakeholder terkait dalam upaya mewujudkan Kota Jambi sebagai Kota Layak Anak. Nah, jadi sekarang saya share sedikit yang saya tahu tentang Kota Layak Anak
Apa itu KLA ?
Kota
Layak Anak pertama diinisiasi oleh UNICEF dengan konsep Child Friendly City (CFC). Saya kutip dari artikel Badan Penelitian
dan Pengembangan Kemendagri yang ditulis oleh Moh. Ilham A. Hamudy, CFC pertama
di uji coba penerapannya di Argentina, Australia, Mexico dan Polandia. Saya
nggak tahu kenapa keempat negara dipilih sebagai tempat uji coba, tapi
tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana sekelompok anak-anak usia
belasan tahun menggunakan dan menilai lingkungan keruangan (spatial environment) disekitarnya, yang
kemudian konsep tersebut berkembang menjadi konsep kota yang mampu menciptakan kondisi untuk
mengaspirasi hak-hak anak melalui kebijakan pemerintah lokal.
Definisi
Kota Layak Anak di Indonesia sendiri yang saya kutip dari website Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah Kabupaten/Kota yang
mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah , masyarakat dan dunia usaha
yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan
kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak dan perlindungan anak.
Intinya
adalah kota yang disetiap kebijakan pembangunannya mempertimbangkan hak-hak
anak didalamnya. Tujuannya adalah membangun inisiatif pemerintahan
kabupaten/kota yang mengarah pada upaya transformasi Konvensi Hak-hak Anak (Convention
on the Rights of the Child) dari kerangka hukum ke dalam definisi,
strategi, dan intervensi pembangunan, dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan
pembangunan, dalam upaya pemenuhan hak-hak anak, pada suatu dimensi wilayah
kabupaten/kota.
Apa saja hak-hak anak itu? Terdapat 31 hak anak yang dirangkum dalam UU
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu :
ANAK MEMPUNYA
HAK UNTUK (9 poin):
1.
Bermain
2.
Berkreasi
3.
Berpartisipasi
4.
Berhubungan dengan orang tua bila terpisahkan
5.
Bebas beribadah menurut agamanya
6.
Bebas berkumpul
7.
Bebas berserikat
8.
Hidup dengan orang tua
9.
Kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
UNTUK
MENDAPATKAN (7 poin) :
1.
Nama
2.
Identitas
3.
Kewarganegaraan
4.
pendidikan
5.
informasi
6.
standar kesehatan paling tinggi
7.
Standar hidup yang layak
UNTUK
MENDAPATKAN PERLINDUNGAN (15 poin) :
1.
Pribadi
2.
Dari tindakan penangkapan sewenang-wenang
3.
Dari perampasan kebebasan
4.
Dari perlakuan kejam, hukuman dan perlakuan tidak
manusiawi
5.
Dari siksaan fisik dan non fisik
6.
Dari penculikan, penjualan dan perdagangan atau trafiking
7.
Dari eksploitasi seksual dan kegunaan seksual
8.
Dari eksploitasi /penyalahgunaan obat-obatan
9.
Dari eksploitasi sebagai pekerja anak
10.
Dari eksploitasi sebagai kelompok minoritas/kelompok
adat terpencil
11.
Dari pemandangan atau keadaan yg menurut sifatnya
belum layak untuk dilihat anak
12.
Khusus, dalam situasi genting/darurat
13.
Khusus, sebagai pengungsi/orang yg terusir/tergusur
14.
Khusus, jika mengalami konflik hukum
15.
Khusus, dalam konflik bersenjata atau konflik sosial
31 hak anak ini masih terbilang umum ya, jadi
pemerintah membuat indikator untuk mengukur apakah sebuah kota itu layak anak
atau tidak. Indikator tersebut diambil dari Konvensi Hak Anak oleh PBB.
Jadi,
dulu pada tahun 1989 PBB udah mengesahkan apa saja yang menjadi hak bagi
seorang anak. Singkatnya, dari hasil Konvensi tersebut dibagi kluster-kluster
Hak Anak yang kemudian dijadikan sebagai indikator bagi pemerintah, yaitu (1) Indikator
Sipil dan Kebebasan, (2) Indikator
Lingkungan
Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, (3) Indikator Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, (4) Indikator Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Seni
Budaya, serta (5) Perlindungan Khusus dan ditambah satu lagi untuk indikator Kelembagaan. Dari
tiap-tiap indikator terdapat sub-sub indikator yang harus dicapai oleh sebuah
kota untuk menjadi sebuah kota yang layak anak.
KLA di Indonesia
Indonesia
sudah mulai mengkonsep Kota Layak Anak ini sejak Tahun 2006 dengan menunjuk 5
kota sebagai pilot project, yaitu Kota
Surakartam, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Sidoharjo, Kabupaten Kutai
Kertanegara dan Kota saya sendiri, Kota Jambi. Kelima kota ini ditunjuk oleh
Menteri negara Pemberdayaan Perempuan saat itu kemudian pada Tahun 2007
berkembang menjadi 10 kabupaten/kota.
sumber : http://www.nyoozee.com |
Saya
ingat pada tahun 2012 saya berniat untuk menjadikan Konsep Kota Layak Anak ini
sebagai bahan untuk skripsi saya. Tapi ternyata setelah dilakukan review, pada
tahun 2012 konsep KLA masih sangat lemah baik secara peraturan maupun
pengimplementasiannya. Salah satu kota yang konsisten dan menjadi percontohan
utama dalam penerapan KLA adalah Kota Surakarta yang pada saat itu dipimpin
oleh Pak Joko Widodo sebagai walikota. Kota Surakarta memulai tahapan dasar KLA
dengan membuat regulasi-regulasi produk hukum dan grand design sebagai patokan terkait penerapan KLA dengan target
pada Tahun 2015 Kota Surakarta sudah menjadi Kota Layak Anak. Hal tersebut
berhasil dicapai karena pada akhir Tahun 2014 sudah seluruh kelurahan di Kota
Surakarta menjadi kawasan ramah anak.
sumber : http://www.antarajateng.com |
Yang
menjadikan Kota Surakarta berhasil adalah tidak hanya disektor Kelurahan tapi
penerapan Kota Layak Anak juga disinkronkan dengan berbagai program lintas
bidang di Kota Surakarta. Misalnya pada bidang layanan kesehatan yang sudah
didesain menjadi ramah anak dengan menambahkan ruang bermain anak, dokter
konseling anak dan sebagainya. Pada Bidang Pendidikan digalakkan Gerakan Wajib
Jam Belajar disetiap pukul 18.30 s/d 20.30 WIB serta pembebasan biaya pendidikan
bagi masyarakat miskin. Selain itu, Kota Surakarta membangun banyak taman
cerdas, zona aman transportasi bagi anak, zona selamat sekolah, hingga membuat
saluran radio khusus anak.
Nah
seperti halnya manusia, kemampuan setiap kota berbeda sehingga kecepatan
implementasi program disetiap kota juga berbeda. Ada yang cepat seperti
Surakarta ada juga yang bisa dibilang lambat seperti Kota Jambi salah satunya.
Meskipun demikian, jumlah Kota yang berani menyatakan komitmennya untuk
menerapkan KLA semakin banyak. Hingga Tahun 2015, sudah 254 kab/Kota yang
mencoba untuk selalu konsisten memperhitungkan hak-hak anak disetiap kebijakan
pembangunannya.
Kota
Jambi sendiri saat ini sedang mengejar ketertinggalan itu. Walaupun sebenarnya
kebijakan-kebijakan pro anak sudah ada bahkan sebelum dicanangkannya Kota Layak
Anak itu. Upaya-upaya untuk menjadi kota yang ramah terhadap anak sudah sedari
dulu dilakukan, seperti membuat zona selamat sekolah, taman, menekan AKB,
menggiatkan imunisasi dan sebagainya. Namun, untuk lebih mensinergikannya
diberbagai bidang maka diperlukan perhatian dari berbagai pihak untuk
berkomitmen bersama. Sekarang, Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan
Perlindungan Anak lagi gencar-gencarnya melakukan berbagai sosialisasi di
tingkat kelurahan supaya masyarakat juga mengenal KLA ini. Harapannya hal ini
akan diikuti dengan berbagai kebijakan pembangunan di Kota Jambi baik fisik
maupun non fisik ya
Comments
Post a Comment