After Watched : Dilan 1990 (2018)
Alhamdulillah setelah berjuta-juta tahun cahaya, akhirnya nonton bisokop lagi. Terakhir ke Bioskop itu waktu nonton Critical Eleven. Daan barusan nonton Dilan 1990 yang ternyata sangat worth to watch on cinema !
Short Story
Jadi (ternyata) film ini bercerita tentang kisah cinta antara Dilan (Iqbal Ramadhan) dan Milea (Vanesha Priscelia) pada saat mereka berdua masih SMA di Bandung Tahun 1990. Milea pindah dari Jakarta ke Bandung lalu bertemu Dilan. Dilan suka Milea tapi Dilan harus saingan sama cowok-cowok lain. Tapi akhirnya Milea suka juga sama Dilan karena Dilan beda dengan cowok-cowok lain yang dekat dengan Milea.
Udah.
Gitu aja ceritanya.
Terus apanya yang menarik dari film ini ?
Nah, kalau pertanyaannya kayak begini, maka jawabannya adalah “BANYAK !” Banyak banget yang menarik dari film ini. Kalau dari segi cerita sih biasa aja. Datar aja. Hampir nggak ada konflik serius karena sepertinya film Dilan 1990 ini memang ingin fokus ke cerita tentang Dilan dan Milea. Bukan tentang Dilan dan teman-teman geng motornya atau tentang Milea dan keluarganya. Benar-benar tentang Dilan dan Milea. Jadi tidak usah heran kalau sepanjang film isinya mereka berdua aja terus.
Yang mencuri perhatian adalah setting cerita yaitu Tahun 90an dan gaya bicara Dilan yang aduhai gombal-gombal sedap. Nah, 2 hal ini sih yang menjadi alasan saya kepengen sekali nonton Dilan 1990.
Sejujurnya di awal-awal film, ceritanya sungguh amat membosankan. Saya sampe mikir “nyesel nih nonton film ini”, karena ceritanya monoton di awal film. Film baru mulai beberapa menit eh si Dilan udah ngegombal aja ke Milea dan adegan demi adegan selanjutnya berjalan cepat sekaligus ngebosenin karena kayak cuma cerita Milea datang ke sekolah terus digombalin Dilan. Milea balik ke rumah ee.. digombalin Dilan lagi dari telepon.
Tapi... walaupun monoton seperti itu ternyata kita itu sedang digiring untuk ngikutin perasaan si Milea. Kita bosan dengan segala kata-kata baku nan manis di awal-awal cerita ternyata begitulah yang dirasakan Milea pada Dilan. Dan ketika Milea udah mulai terbiasa dengan cara bertutur Dilan ia pun mulai jatuh hati, nah pas itu pula hati para penonton juga jadi ikutan berbunga-bunga dan selanjutnya filmnya tidak membosankan lagi.
The Best
Wah ini sih siapa lagi kalau bukan IQBAL yang paling the best didalam film ini.
Saya yakin 100% kalau bukan Iqbal yang meranin Dilan, film ini (mungkin) nggak akan tembus 4 juta penonton dan bikin 4 juta penonton itu kepikiran terus sama Dilan.
Proses pemilihan cast Dilan 1990 ini sempat heboh di Twitter. Saya kebetulan nggak pernah baca buku karangan Pidi Baiq yang menulis cerita asli Dilan ini, jadi saya nggak tahu seperti apa karakter Dilan yang sebenarnya dituliskan di novel itu. Yang saya baca di Twitter, banyak sekali yang protes kenapa Iqbal yang notabene adalah goodboy dan member boyband malah meranin Dilan yang rebel dan anak geng motor ? Kebanyakan pada setuju Adipati Dolken saja yang meranin Dilan. Membaca lini masa seperti itu, maka saya pun terbawa arus untuk punya pikiran bahwa bukan Iqbal nggak cocok meranin Dilan.
Maka tanpa ekspektasi apa-apa dari sang aktor utama dan pure nonton Dilan karena setting cerita yang 90an serta penasaran sama puisi-puisinya Dilan, maka jadilah saya nonton film ini dan berakhir dengan kena Iqbal fever ( Ya Allah -_-)
Lha gimana nggak, Iqbal disini aktingnya bagus banget ! Dua jempol ! Dia berhasil merubah image boyband-nya dia menjadi seorang pujangga yang tengil tapi gentleman ganteng pula. Nilai 10/10 sih buat Iqbal.
Si Vanesha nya juga begitu. Walaupun nggak sebagus Iqbal aktingnya tapi ia cukup sukses meranin Milea yang cengok dan mauu aja setiap digombalin Iqbal. Cocok sih remaja berdua ini, kakak Pita jadi suka :’)
Selain itu, yang bikin kece film ini adalah settingnya yang bercerita tentang anak SMA di tahun 90an. Saya sebagai anak lama (walaupun Tahun 1990 belum lahir) – nonton film ini tuh seperti nostalgia yang bikin senyum-senyum.
Baju seragam masih besar-besar, rok masih panjang dibawah lutut, ikut upacara sekolah, pacaran sambil telponan (walopun bukan telpon umum) pacaran sambil kirim surat, saya udah pernah ngerasain semua momen itu. Maka dari itu saya yakin dan percaya bahwa keluar bioskop setelah menonton film Dilan 1990 ini penonton terbagi menjadi 2 tipe :
Tipe 1 adalah anak-anak remaja yang kurang peduli sama ceritanya tapi memuja dan memuji Iqbal serta Vanesha dan mulai berpikir untuk cari jaket jeans untuk dipake ke sekolah.
Tipe 2 adalah kakak-kakak dan tante-tante atau om-om muda yang setelah menonton malah terkenang masa muda dahulu ketika menunggu telepon dari pacar atau menunggu pacar disudut sekolah tempat yang dia janjikan ingin jumpa denganku walau mencuri waktu, berdusta pada guru~ ( ini yang baca sambil nyanyi beneran anak lama nih wkwkwk)
Dan saya masuk tipe kedua ditambah bonus ikutan fangirlingnya Iqbal (ya Allah -_-)
Oiya, tambahan 2 hal yang saya suka dari film ini . Yang pertama adalah soundtrack-soundtrack manis di film ini. Nggak heran sih karena ceritanya tentang cinta cintaanya Dilan dan Milea. Yang kedua adalah rumahnya Milea itu tipe rumah idaman daku ! Sofa ijo cerahnya, pekarangan rumahnya, duh segala detail rumah Milea kusuka sekaliiii....
Oiya, tambahan 2 hal yang saya suka dari film ini . Yang pertama adalah soundtrack-soundtrack manis di film ini. Nggak heran sih karena ceritanya tentang cinta cintaanya Dilan dan Milea. Yang kedua adalah rumahnya Milea itu tipe rumah idaman daku ! Sofa ijo cerahnya, pekarangan rumahnya, duh segala detail rumah Milea kusuka sekaliiii....
The worst
Sebagai generasi 90an, saya menilai kelemahan film ini adalah mencoba masuk ke Tahun 1990 tapi kurang totalitas. Contohnya yang bikin saya agak risih adalah make up Milea dan teman-teman ceweknya yang menurut saya a little bit too much. Ya gimana ya, secara kalau SMA udah makeup-an begitu sih itu anak SMA tahun sekarang, kalau jaman dulu mana ada.
8/10 buat Dek Dilan dan teman teman
8/10 buat Dek Dilan dan teman teman
Comments
Post a Comment